Oleh : Ibu Rani Purwandari,S.Pd
Guru Bimbingan Konseling SMAN 1 Kersana
(Artikel ini pernah dimuat di Harian Radar tegal Tanggal 8 Agustus 2022)
Pada saat ini teknologi berkembang sangat pesat terlebih pada perkembangan teknologi dalam berkomunikasi kian hari sudah semakin mudah untuk mengaksesnya oleh siapa saja. Salah satau teknologi yang saat ini sedang di minati banyak orang adalah internet. Internet merupakan salah satu media yang paling banyak digunakan. Internet memudahkan dalam berbagi informasi dan komunikasi ke seluruh dunia. Tidak dipungkiri juga kehidupan remaja saat ini menjadi ketergantungan dengan internet, mulai dari merubah cara berinteraksi, perilaku remaja. Penggunaan internet hampir digunakan oleh semua kalangan remaja, mereka dengan cepat dapat mengirimkan informasi melalui internet, mencari informasi dan berinteraksi dengan siapapun.
Kegiatan yang sering dilakukan oleh para remaja saat bermain internet adalah melakukan chattingg atau berkomunikasi bersama teman-temanya dan membuka media sosial seperti instagram, facebook, twitter, whatsapp sebagai alat untuk penghibur mereka. Melalui media sosial remaja juga sering menggunakan untuk mengomentasi status atau postingan orang lain, dalam perkembang remaja saat ini remaja memiliki emosi yang kurang stabil akibatnya rentang terhadap perilaku menyimpang di media sosial yang mereka miliki, salah satunya yang sering terjadi di media sosial adalah tindakan perilaku Cyber bullying.
Dalam hal ini cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban.
Dengan adanya media sosial remaja akan lebih banyak terjadinya perilaku cyberbullying. Cyberbullying dilakukan karena pelaku yang termotivasi untuk melakukan pembajakan, balas dendam, pencurian atau hanya untuk hiburan semata. Media sosial yang tidak dapat dipungkiri dikalangan remaja sebagai alat komunikasi yang mudah digunakan oleh siapa saja dan dapat diakses dimana saja membuat pola besar terhadap penyaluran informasi dan tidak hanya itu pertumbuhan media sosial juga membawa trend baru dalam masyarakat terutama pada kalangan remaja sebagai ajakan untuk melakukan tindakan penindasan secara online. Cyberbullying yang paling umum terjadi pada remaja adalah hinaan fisik. Hal ini sangat banyak menimpa kaum perempuan. Hinaan fisik atau body shaming (mempermalukan tubuh) adalah hinaan atau perkatan yang menyakitkan yang ditujukan pada seseorang, ketika korban bullying mengupload atau mengunggah foto dirinya kemudian banyak yang berkomentar badanya gemuk, tidak cantik, pipinya terlalu chuby, hidunya tidak mancung, dalam hal ini membuat korban bullying tidak percaya diri dengan fisik yang dimilikinya. Yang menjadi kekhawatiran terbesar pada korban cyberbullying adalah ketika korban body shaming melalukan segala upaya yang tidak sehat untuk mencapai “kecantikan” atau idela. Banyak dari mereka yang dihina fisiknya gendut melakukan upaya diet mati-matian hingga meminum obat-obatan pelangsing dan menolak untuk makan apapun itu. Hal ini sangat berbahanya untuk kesehatan korban sendiri. Banyak mereka yang mengaku merasa depresi dan minder ketika harus tampil di sekolah, di masyarakat ataupun mengunggah foto dimedia sosial.
Diera digital sekarang kepercayaan diri merupakan hal yang sangat penting. Tanpa adanya rasa percaya diri yang tinggi dalam diri remaja tentu dia anak bimbing terhadap keputusan masa depan dan akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ketika menghadapi sebuah masalah dan tertekan, hal ini sangatlah berbahaya jika dilakukan terus menerus dan tidak di selesaikan permasalahanya.
Menurut Coloroso (2006) menjelaskan perilaku bullying setidaknya melibatkan 2 pihak yakni pelaku dan korban. Pada pelaku terjadinya disfungsi keyakinan dan pemikiran yang irrasional bahwa dirinya merasa lebih kuat dan untuk menunjukan kekuatanya tersebut maka pelaku merasa pantas menindas korban yang lebih lemah. Keyakinan tersebut pada akhirnya dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yakni membully korbanya. Pada saat pelaku membully korban maka didalam pelaku muncul rasa superioritas yang mendorong dia untuk terus melakikan bullying. Kondisi interrelasi atara disfungsi yang mendorong dia untuk terus menerus melakukan bullying.
Sebaliknya, pada diri korban, pemikiran negatif cenderung muncul setelah dia mendapatkan perlakukan dari pelaku cyberbully. Korban akan merasa dirinya lemah, tidak berdaya sehingga pantas untuk dibully. Akibatnya, korban akan menerima perlakuan bullying terus menerus tanpa adanya usaha perlawanan dan kodisi demikian akan semakin menguatkan perlaku bullying.
Pada korban mereka mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri. Mereka terisolasi menarik diri dan hingga depresi. Dalam hal ini para korban anak semakin rendah rasa kepercayaan dirinya dan kita tidak segera diatasi hal ini anak mengakar dalam diri korban dan korban akan selalu tertindas.
Beri Komentar